Posted by 
Hari ini (Sabtu, 28 Juni 2008) aku masih berkuat dengan kateter dan urine. Rutinitas selama ini yang sudah kujalani sampai aku ko-ass nanti. Fyuh….. Empat bangsal sudah diputeri tapi jawabannya untuk hari ini semua sama,
”Maaf mas, g ada rencana yang mau dipasang…..”.
Jam menunjukkan pukul 9 lewat 10 menit, aku masih mau mencari pasien untuk diobservasi kateternya.
”Maaf mas, g ada rencana yang mau dipasang…..”.
Jam menunjukkan pukul 9 lewat 10 menit, aku masih mau mencari pasien untuk diobservasi kateternya.
Tiba-tiba,
“…..Hua….hu…hu…hu…….”
Dari sebuah bangsal terdengar tangisan keras meraung dari ibu dan anak perempuannya. Keras dan cukup menyayat hati….. Rasa penasaranku mendorong kakiku menuju bangsal itu… Aku melihat ibu berusia 60 tahun-an dengan pakaian sederhana menangis di pelukan ibu lain yang mungkin saudara atau tetangganya. Dia menangis keras sekali….. Aku bertanya pada temen ko-ass disitu,”Apa yang terjadi?” Dijawab bahwa suami ibunya meninggal saat ibu itu sedang membeli makan padahal cuma sebentar…..
Tangisan ibu itu mewarnai bangsal dan membuat orang-orang di bangsal ingin melihat apakah yang sedang terjadi… Ibu itu menangis, meraung seolah tidak percaya apa yang terjadi….
“Hua…..hu….hu…hu…… Bapak… Aku njuk karo sopo? Aku njuk karo sopo? Pak…….. Pak…….Pak……..”
Orang-orang mencoba menenangkan anaknya dan ibu itu juga…
“hua……hu…hu…..hu…. padahal mau mung tak tinggal sedhelo golek mangan…hu….hu……hu…. Pak….. Njuk aku karo sopo pak….?”
Aku melihat mulai banyak saudara yang datang dan makin histeris setelah melihat sesosok tubuh terbujur kaku… Suasana semakin ramai….. Aku pun keluar bangsal dan melihat perawat, keluarga dan tetangga kamar mencoba menenangkan ibu dan anaknya itu. Anaknya memegang HP dan mulai menghubungi kerabat yang lain…..
Dalam hati aku teriris juga, aku tahu apa yang dirasakan ibu dan anak itu. Aku masih menunggu di luar bangsal… Apa yang terlihat adalah rasa kehilangan yang sangat, sangat dalam … Sedih, airmata, duka semua seolah meyelimuti bangsal itu…..
Aku jadi teringat lagunya Letto, “Memiliki Kehilangan…”
“……..Tak mampu melepasnya, walau sudah tak ada…….. Hatimu tetap merasa, masih memilikinya………… rasa kehilangan…….. hanya akan ada……. Jika kau pernah merasa memilikinya….
….Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna, walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa…..… Rasa kehilangan hanya akan ada….. Jika kau pernah, merasa memilikinya…..”
Lagu yang keren ya? Itulah kadang yang harus kita miliki saat apapun yang paling kita miliki dan sayangi harus diambil kembali oleh yang Maha Mempunyai Segalanya. Kita harus ikhlas karena kita “tidak pernah benar-benar memilikinya…..”
Lalu, apakah kita harus membiarkan semua yang di dunia sebagai takdir? Bukan itu maksudnya, jadi kita harus menyayangi apa yang ada di depan kita seperti kita menyayangi apa yang kita punya, tapi kita tidak boleh merasa memiliki dan tidak rela saat yang Maha Punya mengambil kembali. Kadang kita tidak sadar apa yang kita miliki hingga kehilangan. Jadi ingat sebuah kata Kahlil Gibran dalam “Surat Cinta Sang Nabi”
“…. Dan memang, bukanlah selamanya cinta tak menyadari kedalamannya sendiri, sampai datang saat perpisahan…..”
Jadi intinya,
“…..Hua….hu…hu…hu…….”
Dari sebuah bangsal terdengar tangisan keras meraung dari ibu dan anak perempuannya. Keras dan cukup menyayat hati….. Rasa penasaranku mendorong kakiku menuju bangsal itu… Aku melihat ibu berusia 60 tahun-an dengan pakaian sederhana menangis di pelukan ibu lain yang mungkin saudara atau tetangganya. Dia menangis keras sekali….. Aku bertanya pada temen ko-ass disitu,”Apa yang terjadi?” Dijawab bahwa suami ibunya meninggal saat ibu itu sedang membeli makan padahal cuma sebentar…..
Tangisan ibu itu mewarnai bangsal dan membuat orang-orang di bangsal ingin melihat apakah yang sedang terjadi… Ibu itu menangis, meraung seolah tidak percaya apa yang terjadi….
“Hua…..hu….hu…hu…… Bapak… Aku njuk karo sopo? Aku njuk karo sopo? Pak…….. Pak…….Pak……..”
Orang-orang mencoba menenangkan anaknya dan ibu itu juga…
“hua……hu…hu…..hu…. padahal mau mung tak tinggal sedhelo golek mangan…hu….hu……hu…. Pak….. Njuk aku karo sopo pak….?”
Aku melihat mulai banyak saudara yang datang dan makin histeris setelah melihat sesosok tubuh terbujur kaku… Suasana semakin ramai….. Aku pun keluar bangsal dan melihat perawat, keluarga dan tetangga kamar mencoba menenangkan ibu dan anaknya itu. Anaknya memegang HP dan mulai menghubungi kerabat yang lain…..
Dalam hati aku teriris juga, aku tahu apa yang dirasakan ibu dan anak itu. Aku masih menunggu di luar bangsal… Apa yang terlihat adalah rasa kehilangan yang sangat, sangat dalam … Sedih, airmata, duka semua seolah meyelimuti bangsal itu…..
Aku jadi teringat lagunya Letto, “Memiliki Kehilangan…”
“……..Tak mampu melepasnya, walau sudah tak ada…….. Hatimu tetap merasa, masih memilikinya………… rasa kehilangan…….. hanya akan ada……. Jika kau pernah merasa memilikinya….
….Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna, walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa…..… Rasa kehilangan hanya akan ada….. Jika kau pernah, merasa memilikinya…..”
Lagu yang keren ya? Itulah kadang yang harus kita miliki saat apapun yang paling kita miliki dan sayangi harus diambil kembali oleh yang Maha Mempunyai Segalanya. Kita harus ikhlas karena kita “tidak pernah benar-benar memilikinya…..”
Lalu, apakah kita harus membiarkan semua yang di dunia sebagai takdir? Bukan itu maksudnya, jadi kita harus menyayangi apa yang ada di depan kita seperti kita menyayangi apa yang kita punya, tapi kita tidak boleh merasa memiliki dan tidak rela saat yang Maha Punya mengambil kembali. Kadang kita tidak sadar apa yang kita miliki hingga kehilangan. Jadi ingat sebuah kata Kahlil Gibran dalam “Surat Cinta Sang Nabi”
“…. Dan memang, bukanlah selamanya cinta tak menyadari kedalamannya sendiri, sampai datang saat perpisahan…..”
Jadi intinya,
“Nobody and Nothing is perfect”
Apa yang ada di depanmu jagalah dengan sepenuh jiwa dan ragamu jangan sampai kamu menyesal saat kehilangan. Dan saat diambil darimu (maut menjemput), kamu harus ikhlas dan bangga karena sudah berusaha menjaganya dengan sekuat tenaga dan siapkan juga ilmu “ikhlas” karena apapun yang kita jaga itu bukanlah “mutlak” milik kita……
-kamar sastra, sebelum adzan dzuhur-
n.b : mengalun The Rain “Dengar Bisikku” dari winamp….
“….Dengar bisikanku oh dinda, coba lapangkan dada kita, trima aku apa adanya, jujur hari yang kita jaga….. Bila gundahmu tak menghilang, hentikan dulu dayung kita…. Bila kau ingin lupakan aku, ku tak tahu apalah daya…..”
comment 0 komentar
more_vert